Apa yang membedakan modus ekonomi syariah (ekonomi Islam)
dengan ekonomi konvensional? Sepintas lalu mungkin tiada beda, namun jika
didalami lebih jauh, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya. Untuk mencari
tahu akan hal itu dapat dimulai dengan membandingkan prinsip-prinsip dasar
keduanya, kira-kira di mana persamaan dan perbedaannya.
Jika dipetakan, semua modus ekonomi yang berlaku dalam
ekonomi konvensional juga berlaku dalam ekonomi syariah, kecuali sekurangnya
dalam tiga hal berikut ini.
Pertama, dari sisi aktor, ekonomi konvensional dan
ekonomi syariah sama-sama digerakkan oleh aktivitas sosial, namun bedanya
ekonomi syariah mempersepsikan transaksi perekonomian juga sebagai bentuk
ekspresi keagamaan atau wujud religiositas. Artinya teori-teori perekonomian
dideduksi pula dari wahyu, bukan berasal dari pemikiran manusia semata.
Sedangkan ekonomi konvensional jelas menafikan anasir keilahian dalam modus
perekonomian.
Kedua, ekonomi syariah mengandaikan peran Negara sebagai wasit yang adil. Negara dapat, bahkan harus mengintervensi pasar manakala ada ketidakseimbangan distribusi kekayaan dan sumber daya kesejahteraan, dan pada kali lain harus menarik diri dari pasar jika menghasilkan efek yang kontraproduktif. Sementara ekonomi konvensional cenderung menharamkan intervensi Negara tersebut, karena pemerataan dan keseimbangan ekonomi diserahkan pada apa yang dinamakan sebagai mekanisme pasar (invisible hand).
Ketiga, ekonomi konvensional membebaskan setiap orang untung mencari keuntungan dengan cara dan sebanyak apa pun hingga tak terbatas. Sedang ekonomi syariah hanya mengakui motif pencarian keuangan secara halal, juga memagari secara etis komoditas ekonomi yang bersifat halal. Komoditas yang haram seperti minuman keras, keuntungan judi, dan yang semacamnya mutlak tidak dibolehkan.
Kedua, ekonomi syariah mengandaikan peran Negara sebagai wasit yang adil. Negara dapat, bahkan harus mengintervensi pasar manakala ada ketidakseimbangan distribusi kekayaan dan sumber daya kesejahteraan, dan pada kali lain harus menarik diri dari pasar jika menghasilkan efek yang kontraproduktif. Sementara ekonomi konvensional cenderung menharamkan intervensi Negara tersebut, karena pemerataan dan keseimbangan ekonomi diserahkan pada apa yang dinamakan sebagai mekanisme pasar (invisible hand).
Ketiga, ekonomi konvensional membebaskan setiap orang untung mencari keuntungan dengan cara dan sebanyak apa pun hingga tak terbatas. Sedang ekonomi syariah hanya mengakui motif pencarian keuangan secara halal, juga memagari secara etis komoditas ekonomi yang bersifat halal. Komoditas yang haram seperti minuman keras, keuntungan judi, dan yang semacamnya mutlak tidak dibolehkan.
Dari tiga hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa perbedaan
ekonmi syariah dan konvensional terlihat sangat mencolok dikarnakan ekonomi
konvensional hanya mementingkan keuntungan dengan segala cara, termasuk yang
merugikan orang lain. Sedangkan ekonomi syariah mementingkan kepentingan bersama,
sehingga tidak ada pihak yang akan dirugikan.
Dengan didorong keinginan untuk menyakterakan
ummat dan keinginan untuk membina generasi penerus bangsa yang kokoh iman,
akhlaq, dan tinggi ilmunya. Maka berdirilah SEBI(STEI SEBI) yang didirikan oleh
Yayasan Bina Tsaqofah sesuai dengan Akta
Notaris Ny. Yetty Taher, SH Nomor 30, tanggal 29 Oktober 1998, di Jakarta dan
Akta Perubahan No.1, tanggal 7 Agustus 2000 yang di keluarkan oleh Notaris Ny.
Sri Rohani Wahyudi, SH. di Jakarta
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI) lahir
dari sebuah idealisme dan gagasan untuk menjadi institusi yang memberikan
kontribusi bagi kemaslahatan bangsa, negara, umat dan agama. Kontribusi
tersebut diwujudkan dalam bentuk edukasi, sosialisasi, konsultasi, implementasi
dan penyiapan sumber daya insani di bidang ekonomi dan lembaga keuangan
syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar